Disemester
delapan ini mata kuliah tinggal sedikit. Sehingga UTS (Ujian Tengah Semester)
sudah selesai hanya dalam dua hari, Senin dan Selasa. Mumpung ada jeda sampai
Sabtu depan, maka kuputuskan untuk pulang kampong, sekalian mengurus
perpanjangan SIM dan mengambil e-KTP. Karena ada beberapa kesibukan yang harus
diselesaikan, maka Rabu pagi aku baru bisa pulang. Rencananya hari Jumat aku
harus kembali lagi ke kampus, karena Sabtu ada jadwal tes TOEFL.
Sampai
di kota kelahiran, aku langsung menuju kantor samsat dengan maksud untuk segera
mengurus perpanjangan SIM. Tapi kok sepi ya. Hanya ada beberapa sepeda motor
terparkir disana. Saat itu sekitar jam setengah satu siang. Baiklah, sekalian
bertanya tanya kuputuskan untuk fotokopi KTP dulu. Disebuah temapt yang
sepertinya masih satu gedung dengan samsat. Nampak mas mas fotokopinya juga
menggunakan seragam.
Akaupun
bertanya, “Mas, kalau mau perpanjangan SIM disini ya ? Tapi kok kelihatannya
sepi”
Kemudian
masnya menjawab : “Iya disini mas, tapi sudah tutup. Jam operasinya kan hanya
sampai jam dua belas siang”
“Gila,
ini kantor pelayanan umum macam apa, buka cuma sampai jam dua belas siang.
Kantor kelurahan saja jam dua siang masih mau melayani”. Aku menggerutu dalam
hati.
“Yasudah
mas, terima kasih banya”. Aku berusaha tersenyum sebaik mungkin meski jengkel
luar biasa.
Baiklah
jadwal terpaksa mundur, besok saja ngurus SIM, pagi pagi sekali. Harus.
###
Baiklah
pagi ini, segera mandi, lalu berangkat ke kantor SAMSAT. Ambil handuk, masuk
kamar mandi. Tapi belum adan dua menit aku di dalam kamar mandi, ibu sudah
manggil manggil.
“Riiis,
Riiis. Keluarlah dulu sebentar. Pentiiing”. Begitu kata ibu
“Buseeet,
memang penting banget ya. Belum juga pakai sabun, sudah disuruh keluar aja”.
Aku menggerutu dalam hati.
Aku
segera keluar, dan kulihat ibu sudah sibuk menurunkan baglog jamur dengan dua orang pria. Ooh, ternyata baglog jamur pesanan ibu kemarin sudah
datang. Mau bagaimana lagi, aku segera membantu mereka menurunkan lima ratus baglog jamur tersebut dari truk. Gila,
banyak sekali ternyata, jam sembilan siang prosesi angkat angkat ini baru
selesai. Dan badan bau keringat. Tapi jangan harap pekerjaan selesai, ini baru
menurunkan baglog dari truk, belum
memasukkannya ke kumbung jamur.
Baiklah,
istirahat sebentar. Lalu mandi, terus segera mengurus SIM, sudah jam sepuluh,
jangan sampai terlambat seperti kemarin.
Selesai
mandi, ternyata ada mas mas dating ke rumah. Entahlah, wajahnya sama sekali aku
tidak kenal. Dan lagi lagi ibu menyuruhku menemuinya.
“Duuuuh,
siapa sih ni orang, ganggu aja kerjanya. Ndak tau apa ya, aku lagi buru buru”.
Aku menggerutu lagi.
Baiklah,
kutemui saja. Ternyata orang itu adalah mas mas yang menjual baglog jamur tadi. Memang sengaja
uangnya tidak diberikan langsung oleh ibu, biar jelas dan ketemu sendiri antara
penjual dan pembeli, begitu mungkin pikiran ibu.
Celakanya,
ini mas mas banyak banget yang diceritakan. Ngobrol kesana kemari, dari a
sampai z, sampai balik ke a lagi, dan berakhir di z lagi. Padahal uangnya sudah
kuberikan, tapi kok ndak pamit pamit ya ini orang. Duh.
Setelah
beberapa lama ngobrol hal hal yang tidak karuan, akhirnya ini mas mas pamit
juga. Ahhh, legaaa. Tapi masalah muncul lagi, buset sekarang sudah jam sebelas.
Kalau aku langsung berangkat sekarang untuk mengurus SIM, minimal butuh tiga
puluh menit untuk sampai di lokasi. Berarti jam setengah dua belas. Padahal jam
dua belas kantornya sudah tutup. Belum lagi harus tes kesehatan untuk syarat
perpanjangan SIMnya. Aaarrrgh, kenapa sial sekali hari ini.
Jadwal
terpaksa diundur lagi. Jumat baru bisa ngurus SIMnya. Akupun mulai kebingungan.
Sabtu sudah harus di kampus untuk tes TOEFL, tapi Jumat juga masih harus ngurus
SIM. Ah kenapa sial sekali aku ini.
Karena
sudah marah, bingung, dan kesal setengah mati. Akhirnya beberapa waktu
kuhabiskan hanya untuk menonton televise, main Facebook lewat handphone
ataupun mengirim sms yang tidak jelas kepada teman temanku.
Melihat
aku hanya bengong didepan televise, ibu kembali memanggil.
“Ris
kesini sebentar, bantu ibu mindah kulkas”. Begitu panggilnya
Aduh,
hai, tidak cukupkah seharian ini jadwalku sudah berantakan gara gara membantu
ibu. Aku menggerutu, namun tak terucap. Tapi disisi lain, mana mungkin aku
biarkan ibu memindah sendiri kulkas yang jelas berat itu. Padahal bapak juga
sedang keluar.
Baiklah
baiklah, aku anakmu siap membantumu ibu.
Ditengah
pekerjaan memindah kulkas, ibu bertanya. “Loh, kamu tadi tidak jadi ngurus SIM
ya ?”
Aku
hanya diam. Bagaimana sempat aku melakukannya, dari pagi sampai siang begini
harus ikut sibuk dengan urusan angkat angkat baglog jamur-lah, mindah mindah kulkas-lah, dan masih juga harus
menata baglog jamur tadi di
kumbungnya. Semua keluhan seolah mau muntah keluar, namun tertahan.
Kalau
sudah diam begini, ibu langsung tahu kalau ada masalah. “waduh, kalau tau
begitu. Tadi ibu tidak mau minta tolong”. Ibu membela, tanda penyesalan.
Selalu
saja begitu. Dari dulu sampai sekarang, mana pernah aku bisa tenang mengerjakan
urusanku kalau dirumah. Selalu saja ada ini itu, suruh begini, suruh begitu,
minta tolong ini, minta tolong itu. Tapi mana mungkin juga akan kutolak
perintah ibu. Ibu yang setiap hari sudah pasti bekerja keras untukku. Meski aku
tahu, meski juga aku tidak pernah tahu. Entahlah.
Aku
benar benar ingin marah. Tapi marah pada siapa ? Apakah mungkin aku mau marah
pada ibu ?
Entahlah,
aku benci semua keadaan ini. Tapi aku juga harus menjalaninya.
Semoga
esok hari, semua urusan ini bisa beres. Itu saja. Aaamiiin
NB : Kisah ini sama sekali tidak bermaksud untuk membenarkan kita untuk mengeluh. Hanya saja, menurut saya, kesulitan memang selalu terjadi. Dan kita selalu memiliki dua pilihan untuk menghadapinya, mau mengeluh, atau mau tetap ikhlas dan bersyukur....
NB : Kisah ini sama sekali tidak bermaksud untuk membenarkan kita untuk mengeluh. Hanya saja, menurut saya, kesulitan memang selalu terjadi. Dan kita selalu memiliki dua pilihan untuk menghadapinya, mau mengeluh, atau mau tetap ikhlas dan bersyukur....
curhat versi jumbo ya di blog tempatnya :D
BalasHapushaha, mampir bro.