Tidak terasa sudah hari Jumat
lagi. Itu berarti sudah sekitar hampir seminggu si Fulan tidak pulang ke rumah.
Terakhir kali Fulan pulang kerumah adalah hari Senin, itupun hanya numpang
tidur, sampai dirumah jam delapan malam, tidur, kemudian esok harinya ia
kembali berangkat pagi pagi sekali.
Karena sudah beberapa waktu tidak
pulang, maka kedua kakak Fulanpun menelepon. Kakak Sulung menayakan kapan Fulan
pulang dalam percakapannya, diikuti dengan himbauan untuk pulang kalau sudah
tidak terlalu sibuk, lengkap dengan penjelasan bahwa kak sulung tidak memaksa
untuk pulang di akhir percakapan. Tapi memang begitulah, tidak kak sulung,
tidak ibu, keduanya sama, sama sama mengatakan tidak memaksa, tapi sesungguhnya
sangat mengharapkan Fulan untuk pulang. Bahkan sampai berkali kali menelopn si
Fulan untuk menanyakan kepulangannya. Tentu saja selalu diakhiri dengan
penjelasan bahwa kak sulung dan ibu tidaklah memaksa Fulan untuk pulang. Selalu
begitu.
Lain lagi dengan kak Laki. Kakak
kedua Fulan ini meniru bapak, lebih tegas dan terbuka dalam mengatakan segala
sesuatu. Dan tentu saja, lebih memaksa, atau setidaknya memerintah. Kak Laki mengatakan
kalimat singkat dalam pembicaraan telepon hari itu, dia bilang bahwa malam nanti
mau pulang kampong, maka disuruhlah Fulan untuk pulang ke rumah, karena kak
Sulung itu orangnya penakut dan tidak berani kalau disuruh sendirian di rumah.
Fulan menjadi kebingungan untuk
memenuhi perintah kak Laki. Disatu sisi Fulan tidak mungkin menolak perintah
kak Laki. Memang sudah cukup lama Fulan tidak pulang, terlebih lagi dalam
keadaan ini ada kak Sulung yang harus ditemani. Beberapa waktu lalu juga, entah
kebetulan atau bukan, tiba tiba seorang murabbi tempat Fulan mengaji menasihati
Fulan untuk lebih memperhatikan keluarga, kasihan keluarga dirumah kalau
ditinggal terus terusan, apalagi seberapapun banyak ilmu yang dimiliki
seseorang, tetaplah tidak berharga jika orang tersebut tidak memiliki akhlak
yang baik, terlebih kepada keluarga sendiri.
Namun disisi lain, Fulan harus
banyak banyak berkonsentrasi pada kuliahnya. Fulan menyadari bahwa dia bukanlah
seorang yang pintar. Bahkan terakhir kali ujian, Fulan mendapatkan nilai yang
paling rendah dikelasnya, bersama dengan segelintir mahasiswa lainnya. Maka dari
itu Fulan berusaha keras untuk bisa mengimbangi teman teman sekelasnya, apalagi
saat ini Fulan harus mengerjakan skripsi. Fulan tidak ingin mengecewakan
keluarga dan orangtuanya. Itulah alasan mengapa belakangan Fulan sering sekali
memilih untuk tidak pulang kerumah dan menginap di kampus. Bahkan, tempo hari
Fulan nekad untuk menyewa sebuah kamar kos, demi untuk lebih konsentrasi pada
kuliah dan skripsinya. Meskipun akhirnya kamar kos tersebut juga jarang
ditempati karena Fulan lebih sering menginap di kampus.
Sudah tidak bisa lagi menghindar,
maka Fulan menjanjikan pada kak Laki untuk pulang mala ini.
Setelah sholat Ashar, seperti biasa
Fulan menghadapi lapotopnya untuk mengerjakan skripsi. Hari ini dia menetapkan
sebuaha target untuk skripsinya. Bila target dapat terpenuhi, maka setidaknya
sudah ada kemajuan yang lumayan pada skripsinya. Maka Fulanpun berusaha keras
untuk bisa menepati target yang telah ia tetapkan sendiri.
Menjelang jam lima sore, Fulan
bersorak keras. “Horeeee, uyeeaah”. Akhirnya target sudah terpenuhi. Setelah beberapa
hari suntuk karena tidak bisa menyelesaikan target tersebut. Bahakan Fulan juga
sudah meminta bantuan teman teman yang terkenal pandai dalam hal ini, namun
hasilnya tetap masih nihil. Tapi entah ada angina pa, tiba tiba Fulan bisa
menyelesaikan target tersebut. Fulan senang bukan main. Maka segeralah Fulan
membereskan laptop, mouse dan segala peralatan yang berserak di mana mana,
kemudian pulang.
Namun sebelum pulangpun Fulan
masih diperolok oleh teman teman. Hey kau, seenaknya saja kau dating pagi pagi,
terus pulang sore hari, lagakmu sudah seperti pegawai kantoran saja. Itu hanya
salah satu saja, dan masih banyak lagi jenis olokan yang lainnya. Ah, tapi
Fulan hanya menganggap itu angin lalu saja. Sudah terlalu sering Fulan menerima
candaan semacam itu (pada akhirnya Fulan menjadi terbiasa dan menganggapnya
sebagai candaan saja). Yah meskipun kadang masih sakit hati, tapi sudahlah,
ikhlaskan saja.
Hari ini, tepat maghrib akhirnya
Fulan sampai juga di rumah. Ternyata kak Laki sudah pulang ke kampong halaman,
tinggal kak Sulung yang dirumah. Tapi tak apalah, setidaknya malam ini kak
Sulung ada teman dirumah sehingga tidak takut lagi.
Karena Fulang pulang, maka
seperti biasa, kak Sulung memasak semua yang ada di kulkas. Memang begitulah
sifat mereka, tidak kak Sulung, tidak juga ibu, selalu saja heboh sendiri kalau
Fulan pulang. Yang masak inilah, masak itulah, dibuatkan ini, dibuatkan itu. Kadang
kadang bahkan Fulan merasa suntuk sendiri dengan tabiat mereka. Ya meskipun
sikap mereka menunjukkan perasaan saying yang besar, tapi laki laki mana yang
bisa nyaman dengan sikap (yang menurut Fulan) berlebihan semacam itu. Tentu tidak
ada (ini masih menurut Fulan).
Baiklah, mala mini untuk keluarga
dahulu. Fulan meyakinkan dirinya sendiri, meskipun sebenarnya masih ada tugas
kuliah yang harus dikerjakan Fulan untuk hari senin, namun Fulan masih menahan
diri dan memilih untuk menemani kak Sulung di rumah.
Sabtu pagi Fulan pamit ke kampus,
tugas untuk hari Senin harus segera dikerjakan. Kali ini kak Sulung berpesan,
kalau memang sudah selesai tugasnya, segeralah pulang. Tentu saja tetap
diakhiri dengan penjelasan bahwa kak Sulung tidaklah memaksa. Tapi memang
begitulah cara kak Sulung mengatakan bahwa Fulan harus segera pulang, dan kalau
bisa sebelum maghrib. Fulan sudah khatam betul dengan sikap kak Sulung yang
satu ini.
Mau tidak mau, suka tidak suka,
bisa tidak bisa, Fulan tetap harus mengerjakan tugas kelompok ini seorang diri.
Ya, meskipun tugas kelompok, namun kedua teman sekelompok Fulan memang tidak
terlalu tanggap terhadap hal hal semacam ini. Semua orang sudah faham betul
sikap mereka itu. Karena itu pula tidak ada yang mau berkelompok dengan mereka,
kecuali terpaksa tentunya. Tapi sudahlah, Fulan sudah berusaha mengikhlaskan
hal itu. Kau tahu kan, berusaha mengikhlaskan itu belum tentu berhasil
mengikhlaskan. Tapi setidaknya Fulan telah berusaha.
Berjam jam sudah Fulan berusaha
mengerjakan tugas ini. Dipelototi, sudah, edit sana sini, sudah, didiskusikan
dengan teman teman yang lain, juga sudah. Namun hasilnya masih belum bisa. Ya,
memang tidak akan bisa sepertinya. Tugas tersebut membutuhkan sebuah alat, satu
kelas hanya dipinjami satu saja alatnya, dan alat tersebut masih dibawa oleh
teman Fulan yang lain. Maka meski sudah dibegini begitukan sejak pagi, tugas
tersebut masih belum beres.
Jam lima sore, Fulan kembali
pulang. Ia tidak ingin mengecewakan kak Sulung yang selama ini berusaha mati
matian membiayai kuliah Fulan di rantau. Meskipun Fulan sangat tidak nyaman,
bahkan jengah dengan keadaan ini, tapi Fulan tetap harus pulang. Memang bolak
balik kerumah, dan sekaligus focus pada perkuliahan bukanlah sesuatu yang mudah
bagi Fulan. Bahakan situasi ini cenderung membuat semangat belajar Fulan
menjadi turun. Tapi sudahlah, Fulan sudah berusaha mengikhlaskan hal itu. Kau tahu
kan, berusaha mengikhlaskan itu belum tentu berhasil mengikhlaskan. Tapi setidaknya
Fulan telah berusaha.
Tanpa diduga duga sebelumnya,
ternyata Minggu pagi ada kegiatan kerja bakti RT. Maka lagi lagi Fulan harus
menunda dahulu keinginannya untuk segera menyelesaikan tugas yang waktunya juga
semakin menipis.
Ternyata kerja bakti kali ini
lain dari biasanya. Biasanya kerja bakti hanya berlangsung sekitar satu dua
jam, tapi kali ini kerja bakti berlangsung sampai siang hari. Kira kira sekitar
duhur. Maka berkuranglah waktu Fulan selama setengah hari untuk mengerjakan
tugas. Tidak sampai begitu saja, setelah kerja bakti, Fulan kelelahan hingga
tertidur sampai sore. Memang sebelumnya Fulan tidak pernah berolah raga, lagi
lagi karena Fulan terlalu terfokus pada kuliah dan skripsinya sehingga kurang
memeperhatikan kesehatannya sendiri.
Rencananya setelah maghrib Fulan
akan ke kampus untuk mengerjakan tugasnya yang belum juga terselesaikan. Waktu sudah
semakin mepet, sudah malam hari dan besok pagi tugas harus dipresentasikan. Namun
ternyata masalah tidak hanya sampai disini saja. Kak Laki yang seharusnya hari
ini sudah sampai di Surabaya ternyata sampai malam hari belum berangkat juga. Itu
artinya malam ini Fulan masih harus menemani kak Sulung dirumah lagi.
Fulan sungguh telah habis akal. Dia
sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa. Disatu sisi ada tugas kuliah yang
harus segera diselesaikan, itupun dengan teman kelompok yang cenderung kurang
peka. Disisi satunya lagi, ada saudara sendiri yaitu kak Sulung yang
membutuhkannya. Waktu sudah semakin mepet, sudah malam dan besok tugas harus
dipresentasikan. Namun Fulan masih harus menemani kak Sulung yang tidak berani
sendirian dirumah. Tapi sudahlah, Fulan sudah berusaha mengikhlaskan hal itu. Kau
tahu kan, berusaha mengikhlaskan itu belum tentu berhasil mengikhlaskan. Tapi setidaknya
Fulan telah berusaha. Entah apapun yang akan terjadi esok, Fulan sudah
terlanjur berusaha mengikhlaskan semuanya.
Memang keikhlasan Fulan tidak
serta merta menyelesaikan masalah yang ada, atau membuat tugas yang Fulan
kerjakan bisa selesai sendiri. Tidak, tentu tidak begitu.
Tapi setidaknya, dengan
keikhlasannya, kini hati dan perasaan Fulan menjadi lebih baik dan siap untuk menghadapi
apapun yang akan terjadi esok hari
sebagai akibat dari semua kejadian sebelumnya.
#NB : Akibat yang terjadi jika
kalian menganggap kisah ini benar benar nyata atau tidak nyata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar