Minggu, 19 Mei 2013

Belajar Ikhlas 2



Tidak terasa sudah hari Jumat lagi. Itu berarti sudah sekitar hampir seminggu si Fulan tidak pulang ke rumah. Terakhir kali Fulan pulang kerumah adalah hari Senin, itupun hanya numpang tidur, sampai dirumah jam delapan malam, tidur, kemudian esok harinya ia kembali berangkat pagi pagi sekali.

Karena sudah beberapa waktu tidak pulang, maka kedua kakak Fulanpun menelepon. Kakak Sulung menayakan kapan Fulan pulang dalam percakapannya, diikuti dengan himbauan untuk pulang kalau sudah tidak terlalu sibuk, lengkap dengan penjelasan bahwa kak sulung tidak memaksa untuk pulang di akhir percakapan. Tapi memang begitulah, tidak kak sulung, tidak ibu, keduanya sama, sama sama mengatakan tidak memaksa, tapi sesungguhnya sangat mengharapkan Fulan untuk pulang. Bahkan sampai berkali kali menelopn si Fulan untuk menanyakan kepulangannya. Tentu saja selalu diakhiri dengan penjelasan bahwa kak sulung dan ibu tidaklah memaksa Fulan untuk pulang. Selalu begitu.

Lain lagi dengan kak Laki. Kakak kedua Fulan ini meniru bapak, lebih tegas dan terbuka dalam mengatakan segala sesuatu. Dan tentu saja, lebih memaksa, atau setidaknya memerintah. Kak Laki mengatakan kalimat singkat dalam pembicaraan telepon hari itu, dia bilang bahwa malam nanti mau pulang kampong, maka disuruhlah Fulan untuk pulang ke rumah, karena kak Sulung itu orangnya penakut dan tidak berani kalau disuruh sendirian di rumah.

Fulan menjadi kebingungan untuk memenuhi perintah kak Laki. Disatu sisi Fulan tidak mungkin menolak perintah kak Laki. Memang sudah cukup lama Fulan tidak pulang, terlebih lagi dalam keadaan ini ada kak Sulung yang harus ditemani. Beberapa waktu lalu juga, entah kebetulan atau bukan, tiba tiba seorang murabbi tempat Fulan mengaji menasihati Fulan untuk lebih memperhatikan keluarga, kasihan keluarga dirumah kalau ditinggal terus terusan, apalagi seberapapun banyak ilmu yang dimiliki seseorang, tetaplah tidak berharga jika orang tersebut tidak memiliki akhlak yang baik, terlebih kepada keluarga sendiri.

Namun disisi lain, Fulan harus banyak banyak berkonsentrasi pada kuliahnya. Fulan menyadari bahwa dia bukanlah seorang yang pintar. Bahkan terakhir kali ujian, Fulan mendapatkan nilai yang paling rendah dikelasnya, bersama dengan segelintir mahasiswa lainnya. Maka dari itu Fulan berusaha keras untuk bisa mengimbangi teman teman sekelasnya, apalagi saat ini Fulan harus mengerjakan skripsi. Fulan tidak ingin mengecewakan keluarga dan orangtuanya. Itulah alasan mengapa belakangan Fulan sering sekali memilih untuk tidak pulang kerumah dan menginap di kampus. Bahkan, tempo hari Fulan nekad untuk menyewa sebuah kamar kos, demi untuk lebih konsentrasi pada kuliah dan skripsinya. Meskipun akhirnya kamar kos tersebut juga jarang ditempati karena Fulan lebih sering menginap di kampus.

Sudah tidak bisa lagi menghindar, maka Fulan menjanjikan pada kak Laki untuk pulang mala ini.

Setelah sholat Ashar, seperti biasa Fulan menghadapi lapotopnya untuk mengerjakan skripsi. Hari ini dia menetapkan sebuaha target untuk skripsinya. Bila target dapat terpenuhi, maka setidaknya sudah ada kemajuan yang lumayan pada skripsinya. Maka Fulanpun berusaha keras untuk bisa menepati target yang telah ia tetapkan sendiri.

Menjelang jam lima sore, Fulan bersorak keras. “Horeeee, uyeeaah”. Akhirnya target sudah terpenuhi. Setelah beberapa hari suntuk karena tidak bisa menyelesaikan target tersebut. Bahakan Fulan juga sudah meminta bantuan teman teman yang terkenal pandai dalam hal ini, namun hasilnya tetap masih nihil. Tapi entah ada angina pa, tiba tiba Fulan bisa menyelesaikan target tersebut. Fulan senang bukan main. Maka segeralah Fulan membereskan laptop, mouse dan segala peralatan yang berserak di mana mana, kemudian pulang.

Namun sebelum pulangpun Fulan masih diperolok oleh teman teman. Hey kau, seenaknya saja kau dating pagi pagi, terus pulang sore hari, lagakmu sudah seperti pegawai kantoran saja. Itu hanya salah satu saja, dan masih banyak lagi jenis olokan yang lainnya. Ah, tapi Fulan hanya menganggap itu angin lalu saja. Sudah terlalu sering Fulan menerima candaan semacam itu (pada akhirnya Fulan menjadi terbiasa dan menganggapnya sebagai candaan saja). Yah meskipun kadang masih sakit hati, tapi sudahlah, ikhlaskan saja.

Hari ini, tepat maghrib akhirnya Fulan sampai juga di rumah. Ternyata kak Laki sudah pulang ke kampong halaman, tinggal kak Sulung yang dirumah. Tapi tak apalah, setidaknya malam ini kak Sulung ada teman dirumah sehingga tidak takut lagi.

Karena Fulang pulang, maka seperti biasa, kak Sulung memasak semua yang ada di kulkas. Memang begitulah sifat mereka, tidak kak Sulung, tidak juga ibu, selalu saja heboh sendiri kalau Fulan pulang. Yang masak inilah, masak itulah, dibuatkan ini, dibuatkan itu. Kadang kadang bahkan Fulan merasa suntuk sendiri dengan tabiat mereka. Ya meskipun sikap mereka menunjukkan perasaan saying yang besar, tapi laki laki mana yang bisa nyaman dengan sikap (yang menurut Fulan) berlebihan semacam itu. Tentu tidak ada (ini masih menurut Fulan).

Baiklah, mala mini untuk keluarga dahulu. Fulan meyakinkan dirinya sendiri, meskipun sebenarnya masih ada tugas kuliah yang harus dikerjakan Fulan untuk hari senin, namun Fulan masih menahan diri dan memilih untuk menemani kak Sulung di rumah.

Sabtu pagi Fulan pamit ke kampus, tugas untuk hari Senin harus segera dikerjakan. Kali ini kak Sulung berpesan, kalau memang sudah selesai tugasnya, segeralah pulang. Tentu saja tetap diakhiri dengan penjelasan bahwa kak Sulung tidaklah memaksa. Tapi memang begitulah cara kak Sulung mengatakan bahwa Fulan harus segera pulang, dan kalau bisa sebelum maghrib. Fulan sudah khatam betul dengan sikap kak Sulung yang satu ini.

Mau tidak mau, suka tidak suka, bisa tidak bisa, Fulan tetap harus mengerjakan tugas kelompok ini seorang diri. Ya, meskipun tugas kelompok, namun kedua teman sekelompok Fulan memang tidak terlalu tanggap terhadap hal hal semacam ini. Semua orang sudah faham betul sikap mereka itu. Karena itu pula tidak ada yang mau berkelompok dengan mereka, kecuali terpaksa tentunya. Tapi sudahlah, Fulan sudah berusaha mengikhlaskan hal itu. Kau tahu kan, berusaha mengikhlaskan itu belum tentu berhasil mengikhlaskan. Tapi setidaknya Fulan telah berusaha.

Berjam jam sudah Fulan berusaha mengerjakan tugas ini. Dipelototi, sudah, edit sana sini, sudah, didiskusikan dengan teman teman yang lain, juga sudah. Namun hasilnya masih belum bisa. Ya, memang tidak akan bisa sepertinya. Tugas tersebut membutuhkan sebuah alat, satu kelas hanya dipinjami satu saja alatnya, dan alat tersebut masih dibawa oleh teman Fulan yang lain. Maka meski sudah dibegini begitukan sejak pagi, tugas tersebut masih belum beres.

Jam lima sore, Fulan kembali pulang. Ia tidak ingin mengecewakan kak Sulung yang selama ini berusaha mati matian membiayai kuliah Fulan di rantau. Meskipun Fulan sangat tidak nyaman, bahkan jengah dengan keadaan ini, tapi Fulan tetap harus pulang. Memang bolak balik kerumah, dan sekaligus focus pada perkuliahan bukanlah sesuatu yang mudah bagi Fulan. Bahakan situasi ini cenderung membuat semangat belajar Fulan menjadi turun. Tapi sudahlah, Fulan sudah berusaha mengikhlaskan hal itu. Kau tahu kan, berusaha mengikhlaskan itu belum tentu berhasil mengikhlaskan. Tapi setidaknya Fulan telah berusaha.

Tanpa diduga duga sebelumnya, ternyata Minggu pagi ada kegiatan kerja bakti RT. Maka lagi lagi Fulan harus menunda dahulu keinginannya untuk segera menyelesaikan tugas yang waktunya juga semakin menipis.

Ternyata kerja bakti kali ini lain dari biasanya. Biasanya kerja bakti hanya berlangsung sekitar satu dua jam, tapi kali ini kerja bakti berlangsung sampai siang hari. Kira kira sekitar duhur. Maka berkuranglah waktu Fulan selama setengah hari untuk mengerjakan tugas. Tidak sampai begitu saja, setelah kerja bakti, Fulan kelelahan hingga tertidur sampai sore. Memang sebelumnya Fulan tidak pernah berolah raga, lagi lagi karena Fulan terlalu terfokus pada kuliah dan skripsinya sehingga kurang memeperhatikan kesehatannya sendiri.

Rencananya setelah maghrib Fulan akan ke kampus untuk mengerjakan tugasnya yang belum juga terselesaikan. Waktu sudah semakin mepet, sudah malam hari dan besok pagi tugas harus dipresentasikan. Namun ternyata masalah tidak hanya sampai disini saja. Kak Laki yang seharusnya hari ini sudah sampai di Surabaya ternyata sampai malam hari belum berangkat juga. Itu artinya malam ini Fulan masih harus menemani kak Sulung dirumah lagi.

Fulan sungguh telah habis akal. Dia sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa. Disatu sisi ada tugas kuliah yang harus segera diselesaikan, itupun dengan teman kelompok yang cenderung kurang peka. Disisi satunya lagi, ada saudara sendiri yaitu kak Sulung yang membutuhkannya. Waktu sudah semakin mepet, sudah malam dan besok tugas harus dipresentasikan. Namun Fulan masih harus menemani kak Sulung yang tidak berani sendirian dirumah. Tapi sudahlah, Fulan sudah berusaha mengikhlaskan hal itu. Kau tahu kan, berusaha mengikhlaskan itu belum tentu berhasil mengikhlaskan. Tapi setidaknya Fulan telah berusaha. Entah apapun yang akan terjadi esok, Fulan sudah terlanjur berusaha mengikhlaskan semuanya.

Memang keikhlasan Fulan tidak serta merta menyelesaikan masalah yang ada, atau membuat tugas yang Fulan kerjakan bisa selesai sendiri. Tidak, tentu tidak begitu.

Tapi setidaknya, dengan keikhlasannya, kini hati dan perasaan Fulan menjadi lebih baik dan siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi esok hari  sebagai akibat dari semua kejadian sebelumnya.

#NB : Akibat yang terjadi jika kalian menganggap kisah ini benar benar nyata atau tidak nyata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar